30 hari yang terbenci

atik cerpen/Tu,26 december 2008 Untuk Seorang Teman "cerita ini nyaris tak berjudul we..."

Ada sepi saat tatapanmu menghujam kelam memancing tangis rindu. Ada tangis yang tertahan saat detik-detik menyakitkan ini harus menyapa, saat yang dari dulu selalu kutunggu tapi tak pernah aku inginkan, sangat tidak aku inginkan, ketakutan-ketakutan itu penuhi rongga dadaku, sesak dan membuatku begitu sulit bernafas.
Waktu itu datang dan akan mencurimu dariku, memaksa ngengat menghidangkan malam-malam jahat yang mungkin akan hadirkan tangis dipipiku, malam-malam panjang diserpihan tahun-tahun yang tertinggal. Mungkinkah dendang sumbangmu masih bisa kudengar dari pulau seberang? Selalu banyak alasan untukku meratap menghitung 30 hari yang akan bawamu jauh dari pelukku.
Padamu selalu ada kata 'aku akan baik-baik saja' dan aku akan selalu bilang 'aku tak kan apa-apa', tapi sungguh, sedikitpun aku tak akan mampu membendung sepi mengenang hari kemarin dan membawanya kehari esok.
Ada sepi memejamkan hati saat tatapanmu berucap 'aku akan pergi', mungkin ini saatnya aku menangis, ah... aku begitu lemah, padahal yang kau tahu, aku tak kan selemah ini. 30 hari adalah waktu yang sangat sempit buat ku, walau kau tak pernah keluarkan kata bahwa kau akan tinggalkan aku, tapi aku tahu kau harus tinggalkan aku., tinggalkan puisi-puisi kita, tinggalkan bendungan tempat kita berhayal indah, tinggalkan rumah kita, dan yang pasti kau akan tinggalkan sumua kenangan-kenangan kita disini.
Mengapa waktu dan detiknya tak mau kutawar, walau tak ikhlas tapi aku percaya perpisahan ini indah walau begitu tajam untuk kita rengkuh, biarkanlah tangis ini memburai, buatku melepasmu membuat kenyataan menyekat di lorong-lorong nafas, menyisakan rindu mirip tangis yang menjerat diam dilangkahku, miris memang.. maka pakukanlah aku pada lirih sejuk damai yang kau simpan, dan episode ini akan segera berlalu.
Aku tak tahu harus berbuat apa, bila nanti aku rindu masakanmu, dan apa yang harus aku lakukan kalau aku lapar tapi aku hanya ingin kau yang menyuruh ku makan, aku benar-benar cengeng, tapi itulah aku, aku yang seharusnya aku, dan itu hanya kau yang tahu. Hanya kau yang mengerti.
30 hari yang pahit, dan kau akan pergi dariku, tangan mu tak lagi dipundakku, waktuku akan hilang dalam waktu, pasti ada yang tertinggal di derit-derit usia, mungkin juga tersembunyi dilembar-lembar tafakur rentangan yang tak mungkin kau tarik setelah kau ulur. Kau akan pergi. Kau akan pergi menuju malam-malam lain tampa aku dan senyummu akan membayang jauh, aku mungkin hanya dapat menggenggam kilatan matamu, aku didera ketakutan rindu...
berbaris kata ingin ku selipkan di bahumu, singgah ditepi telaga disela tawa lirih "kau seorang sahabat sempurana untukku", aku ingin menangis ,melihat, merasa setiap hela nafasmu begitu dekat tak tergapai, tentangmu esok akan jauh melayang dikembara yang tak kumengerti. Memang jarak tak memisahakan cerita indah kita, tapi semua begitu lain dan gersang saat jauhmu menderaku, aku hanyalah dua belah telapak tangan dengan jemari terbuka menggapai sebuah kedamaian, menempelkannya tepat didada menadah sepercik sejuk, sesejuk kita pernah dipertemukan.
Ada sepi menamparku saat angka-demi angka di jam tangan ku begitu cepat bergerak. Rasanya ingin memintamu 'marahi aku' seperti kemarin, kemarin dan kemarin kau memarahiku karna semua salah dan usilku, kali ini mungkin aku akan tersenyum terima marahmu., aku tak akan sepeti waktu itu lagi yang saat kau marah aku selalu membantah dan membela diri, kali ini tidak, tak akan, karena ku tahu setelah ini marahmu begitu jauh dariku, aku didera ketakutan rindu ...
Hanya kenangan yang dapat kupilih ketika senja berarak hitam berebut menenggelamakan pung-puing diwajahmu, esok bila kau pergi disini hanya tinggal bau berupa candu menjelama memadat ditubir alisku.
Ketika malam semakin menggaris narasi-narasi langit memajang lepas senyummu yang tak mampu hilang dihayalku, diantara tusukan-tusukan dijantung mengajakmu berkata-kata dalam kegelapan, aku akan sendiri, kenangan ini harus kupilih.
Tak terbantah aku begitu cengeng, aku jadi begitu lemah saat detik-detik ini mulai mendekatiku, berlahan tapi mampu menusuk-nusuk rasa takut dihatiku,takut kau jauh dariku, karna nanti begitu jauh dariku untukku mencari senyummu.
Ada sepi saat tatapanmu menghujam kelam memencing tangis rindu, tangis yang tertahan yang sebentar lagi akan pecah disaat detik-detik menyedihkan itu akan datang, sanggupukah aku melepas mu? Entahlah ?
Pada sebuah ikhwal ingatan kupahami lipatan angin, memetakan tahun-tahun berlalau, tentang perjalanan kita. Hanya jerit waktu masih bernyawa berkisah tentang ruang hampa tanpa mu, aku saksikan sebuah keheninggan dan mimpi yang tak mampu terbunuh membendung sebuah sejarah. Kulukis lintasan-lintasan sepanjang mendung agar kenangan ini tak hilang tersapu angin.
Walau perih tapi tak mengapa, perpisahan ini sakit tapi indah untuk pertemuan kita nanati. Kutulis ini padamu, saat sebak makin mencekik, ah...tak seharusnya aku menyemai luka saat ribuan bahagia akan memelukmu.
Harus kau tahu, selalu ada tempat disini untukmu, seperti dongeng, esok dan nanti adalah harapan dan detak jam adalah penantian, ribuan jarak yang menyekat tak berarti saat aku ingin memelukmu, kebersamaan kita adalah indah unuk hari nanti
Pergilah kawan ? sambut bahagia yang kan memeluk mu dan kembalilah saat kau ingin kembali. Hari ini dan nanti tiada beda,selalu indah untuk kita.

L0VE, @-tik
@-tik, Langang 2007

0 komentar:

Posting Komentar

Powered bye : atik_langang