"Langang"

Kemballikan kebersamaan langang...
Laki-laki itu berlari, berlari dan terus berlari merangkul hayalannya, bukan sekedar hayalan, tapi hayalan yang tercipta karena kenangan, hayalan yang hadir karena indahnya kebersamaan, sangat indah, bahkan disetiap judul mimpi, kenangan itu akan terselip, walaupun hanya setetes, setetes mimpi kenangan yang mampu lelehkan air mata.
Ia terus berlari menysuri jalan setapak "hutan salibutan", angin betiup diantara ilalang yang bergoyang, peluh bercucuran basahi bajunya yang lusuh, tapi ia terus berlari dan terus merangkul hayalan.
Hayalan mungkin bosan dibawa berlari, mungkin ia lelah terus menjadi mimpi kemarin, mungkin ia ingin menjadi hayalan masa datang, bukan hayalan cerita dulu yang kini tlah membeku. Hayalan benar-benar jenuh, ia mendorong silelaki hingga berhenti berlari "kemana aku akan engkau bawa ??bentaknya. silelaki hanya diam, karena diapun kini didera kebingungan, bingung kemana ia akan bawa hayalannya, hayalan tentang cerita dulu yang begitu ia banggakan , begitu ia agungkan, hingga semua cerita mengalir tentang indahnya 'langang'*. Semua indah itu tak mampu ia buang, juga tak mampu untuk raihnya kembali. Ego masih halangi mencairnya hayalan beku kemarin.
Ia kembali berlari dan tetap merangkul hayalan tampa peduli Tanya sihayalan tentang kegundahan.
Ujung langkahnya terhenti pada sebuah telaga, ia tersenyum, senyuman yang begitu pahit, senyum teriring isak tertahan.
"hayalan! Kau harus tahu! Disinilah awal dari ceritamu, disinilah ku temukan sayang yang menggebu, disini indah itu tercipta, indah yang selalu iringi mimpi, indahnya kebersamaan, tapi disini juga rasa sakit itu dating, hingga satu-demi satu indah yang begitu dibanggakan hilang, sangat menyakitkan, aku begitu pengecut, tak mamapu menghapus sakit. Aku tak mamapu menahan langkah-langkah 'langang'*, langang, langang dan langang, langang pergi tinggalkan rindu hadirkan sepi...
lelaki itu tersadu diantara nafasnya yang menggebu dan isak yang kini adalah tangis. Ia menagis, sesuatu yang selama ini begitu pantang untuk terjadi, kini harus meluber sia-sia.
Matanya jelajahi ruang telaga, tempat sederhana yang begitu damai untuknya. Tempat yang selalu riuh dengan tawa para langang. Ia mulai mengulang hayalanya, sesuatu yang begitu sering ia lakukan, sangat sering, mengulang, mengulang dan mengulang hayalan masa lalu tanpa pernah bosan, kenangan yang mampu membuatnya menangis bersama mimpi, mimpi yang selalu indah disini, tentang cerita yang selalu hadirkan tawa-tawa langang yang kini hanya kenangan, kenangan yang tak terlupakan, kenangan yang begitu sulit diraih kembali, karna ego yang begitu sulit untuk disingkirkan.
Adakalanya sendiri begitu berarti untuk ciptakan imajinasi indah tentang kedamaian dan sendiri kan ajarkan tentang makna kebersamaan, tapi sendiri dan terus sendiri pada akhirnya akan hadirkan senyap, kadang senyap membuat letih makin terasa,dan kini, si lelaki merasakan pahitnya. Ia tak kuasa mengirai lelah.
Mengenang indahnya langang, silelaki makin merasakan kepedihanya, apa lagi yang dapat ia lakukan demi satukan mimpi dan hayalan yang terserak
Akan kah esok ceria langang akan tetap jadi kenangan ? akankah sicucu juga dapat mendengar indahnya kebersamaan langang ? atau semuanya akan hilang bersama keringnya peluh karna dingin telaga itu.
Indahnya langang tak bertepi, dan karnanya, perpecahan begitu sakit dan dalam menusuk hati, hingga kenangan kian memaku.
Silelaki selalu berhayal indah, menutup perih dengan romantika fiksi, tapi tetap saja ceritanya tak berending.
Diambang lamunannya ia kembali merindi, rindu bersama melepas senja, mengunyah kenyataan dalam dialok tawa, melebur keangkuhan dengan gurauan.air matanya menetes mengenang janji dalam canda ?akan buatkan matahari dan cahayanya? demi kebersamaan.
Ada sesal yang tersesali, mengapa dulu menutup mata tentang cinta langang yang kian memaku dihati, mengapa biarkan langkah langang hadirkaan sepi. Kini silelaki menyuling kenyataan kenyataan yang pernah lewat, cintanya terselip dalam pipa dan lubang waktu, sangkar perasaan mengungkung kejernihan, tindak masih tersadu menunggu rindu yang terjengkang.
Silelaki setengah bersimpuh memegagi lututnya, tersadu dalam tangis yang tak kunjung hilang.
'wahai langang '! Dengarlah ?! Aku tak ingin seperti ini, terhimpit dikegalauian sepi yang seharusnya tak ada. Wahai langang ?! Kembalikan kebersamaan kita ?, kebersamaan yang torehkan indah, tidak dua detik kita tenggelam dibawah payung matahari dan hujan cahaya bulan, tetapi berwaktu-waktu, hingga jarum berbalik putar, hingga tak terbayang akan ada akhir detik, dan aku tahu detik itu belum berakhir, karena kemarin masih terlihat rindu dibeberapa pasang mata kalian, kumohon ?! luntuhkan semua ego??
sedu sedan silelaki semakin menyesak ia bersujud seolah memohon, hanya itu yang dia bisa, jadi pengecut dan teriak memohon langangnya kembali, memohon pada sepi.
Sebait dua bait atau berbait bait, biarkan sumbangnya nada menjadi inmprovisasi cinta yang tak dimiliki siapapun dan itu bukan kemalangan, sebut saja itu sejarah, sejarah tentang mimpi kenangan langang, yang kini keringkan sepotong hati dan berpotong-potong hati, kerontangkan bertumpuk harapan, semuanya dalah catatan kerisauan dari sebuah kerinduan, biarkan jiwa berdesing agar rindu menyebar kesudut waktu. Menjemput kebersamaan yang paling bermakana yang amat sulit tergapai ? Langang.
'Wahai langang' ! lihatlah! Tampa kalian tak dapat kutemukan diriku, tampa langang, embun tak lagi seperti mutiara dan matahari bukan lagi dewa yang terus membakar semangat. Dingin, kelam gelap hitam pekat, aku tercekat dilubang risau...
Ia kembali meratap pada sepi gundahnya hati. Ia kalah, benar-benar kalah, ia merasa sangat kecil, tak seperti dulu, dimana kedewasaannya begitu ia agungkan,dia tumpuan mengadu perasaan, dia ?urang tuo?* yang dihormati, hingga sayang tertancap tanpa sengaja. Tapi kini, semua tak berarti apa-apa.
Telaga ini begitu sepi, silelaki kembali menyusun bait, tak peduli itu sumbang ia tetap menyusun bait demi bait di antara luka, duka meratapi jejak yang terpisah. Titik embun basahi wajahnya, hayalan mimpi langang kembali tersibak, dulu pelukan kedamaian adalah cinta langang dan tangis mengadu perih adalah keakrapan, begitu dalam rindu silelaki pada langangnya, akan kah kembali bersama ?
Tak mudah kita membahas rasa yang tergores pada wajah manusia disuatu malam bewarna buram, kala badai menggoyangkan pohon-pohon dan jalan senyap setapak 'salibutan'* tak lagi terlewati dengan nyaman. Lalu lelaki itu mengeja bimbang dihati pada wajah mimpi dalam gendongan hayal lalu luka, lelahnya menampar rindu, rindu seiring kecewanya, ia berlari dari gendongan sepi, gamang, ia kembali menangis tanpa mengerti kenapa mimpi itu selalu menyapanya kenapa tak mau lepas, kenapa mesti perpisahan menjadi resah, lalu luika, ia kembali berlari merebut lembaran kesalahan, nanar menatap wajahnya yang lelah dan pucat. Ada bening ditelaga bola matanya, silau, kenangan itu juga mengitari gelap bagai kunang-kunang yang muncul dipadang lalang, silelaki berlari kalah ?, luka dan kenangan itu terpaku dirongga otak, meraung senyap.
Menggetar dalam kuluman rasa sakit, kejam, diam-diam diapun lemah dan mengaku kalah,ia tak berarti apa-apa tanpa langangnya.
'Wahai langang?! Jangan biarkan ceritaku tak ber Ending, cerita ku, cerita kita.. mari kita bicara, mengukir notula pada jendela tertutup malu, biarkan air mata, asap rokok, ampas kopi ditelan pekat kebekuan, tak adakah panas air mencairkan es-es keegoisan disimpan dalam kulkas hati dan jiwa ? tak adakah gunting melepas kejujuran da n lidah senyap,. Sampai gunung api membuncah lafa, sungai dibibir membanjirkan luka-luka Lumpur menghapus sisa perbincangan pecah piring malam, menyesali kebodohan biarkan perpisahan?

@-tik, Special to Langang Cs
(B'jay, Dori, Ib, B'ian, Dewi, K'sry, K'fie)
Tak ada Indah tanpa kebersamaan kita

Langang = sepi = julukan untuk anak-anak yang ngumpul di Chel Lish.
Hutan salibutan= Hutan lindung yang ada di Lubuk-Alung SumBar.
Urang Tuo= orang yang dituakan

0 komentar:

Posting Komentar

Powered bye : atik_langang